Sebenarnya, imunisasi adalah
proses memperkuat sistem imunitas tubuh terhadap zat-zat tertentu. Tujuannya?
Agar si penerima imunisasi mendapat kekebalan dan terhindar dari efek mematikan
penyakit tertentu. Imunisasi itu sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni
imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif terjadi bila seseorang
‘terjangkit’ molekul asing dan tubuhnya secara alami menciptakan antibodi. Sedangkan
imunisasi pasif terjadi jika seseorang mendapat zat yang akan menciptakan
kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit tertentu. Zat antibodi ibu yang
ditransfer pada janinnya juga merupakan imunisasi pasif.
Saat hamil, ada berbagai penyakit yang bisa membahayakan kondisi si ibu dan janin dalam kandungan. Dan,imunisasi menjadi ‘perisai’ yang paling kuat untuk melindungi Anda berdua terhadap gempuran penyakit itu (karena itu, penting untuk melengkapinya sebelum hamil). Bagaimana jika Anda sudah menjalani masa kehamilan? Perlu diketahui,ada imunisasi yang aman bagi ibu hamil, ada pula yang tidak. Simak selengkapnya.
Saat hamil, ada berbagai penyakit yang bisa membahayakan kondisi si ibu dan janin dalam kandungan. Dan,imunisasi menjadi ‘perisai’ yang paling kuat untuk melindungi Anda berdua terhadap gempuran penyakit itu (karena itu, penting untuk melengkapinya sebelum hamil). Bagaimana jika Anda sudah menjalani masa kehamilan? Perlu diketahui,ada imunisasi yang aman bagi ibu hamil, ada pula yang tidak. Simak selengkapnya.
Lengkapi sebelum hamil
Memang, imunisasi bisa diberikan
saat Anda hamil. Namun, menurut dr. Rino Bonti Tri Hadma Shanti, Sp.OG,dari
SamMarie Family Healthcare, paling baik adalah Anda sudah melengkapi semua
imunisasi yang diperlukan sebelum berencana untuk hamil. Apalagi, jika Anda
ingin hamil dalam waktu tertentu. Mengapa bisa begitu?
Bila Anda terinfeksi rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan, misalnya, kemungkinan untuk mengalami keguguran sekitar 50%, serta kemungkinan janin Anda mengalami Congenital Rubella Syndrome (tuli, keterbelakangan mental, kelainan jantung bawaan, dll.) sebesar 25%. Kalau sudah begini, apakah diimunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella) saat hamil menjadi solusi terbaik? Tidak juga. Vaksin tersebut terbuat dari virus hidup. Akibatnya? Si kecil mungkin saja lahir cacat atau mengalami gangguan lain. Itu sebabnya mengapa Centers for Disease Control and Prevention (CDC), yang berpusat di Amerika Serikat, sama sekali tidak merekomendasikan pemberian imunisasi ini selama hamil.
Saat checkup, minta dokter untuk melakukan tes darah. Dengan begitu, Anda bisa tahu apakah sudah benar-benar imun atau tidak. Bila tidak imun, Anda bisa langsung diimunisasi. “Sebaiknya, imunisasi MMR dilakukan minimal tiga bulan sebelum merencanakan kehamilan. Imunisasi lain yang sebaiknya didapat sebelum hamil adalah imunisasi Varicella (cacar air), yang diberikan minimal satu bulan sebelumnya. Selain tubuh terlindung dari terjangkitnya penyakit ini saat hamil, risiko terganggunya janin akibat imunisasi juga lebih kecil,” kata dr. Bonti.
Berdasarkan indikasidan kondisi tertentu saja
Bila Anda terinfeksi rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan, misalnya, kemungkinan untuk mengalami keguguran sekitar 50%, serta kemungkinan janin Anda mengalami Congenital Rubella Syndrome (tuli, keterbelakangan mental, kelainan jantung bawaan, dll.) sebesar 25%. Kalau sudah begini, apakah diimunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella) saat hamil menjadi solusi terbaik? Tidak juga. Vaksin tersebut terbuat dari virus hidup. Akibatnya? Si kecil mungkin saja lahir cacat atau mengalami gangguan lain. Itu sebabnya mengapa Centers for Disease Control and Prevention (CDC), yang berpusat di Amerika Serikat, sama sekali tidak merekomendasikan pemberian imunisasi ini selama hamil.
Saat checkup, minta dokter untuk melakukan tes darah. Dengan begitu, Anda bisa tahu apakah sudah benar-benar imun atau tidak. Bila tidak imun, Anda bisa langsung diimunisasi. “Sebaiknya, imunisasi MMR dilakukan minimal tiga bulan sebelum merencanakan kehamilan. Imunisasi lain yang sebaiknya didapat sebelum hamil adalah imunisasi Varicella (cacar air), yang diberikan minimal satu bulan sebelumnya. Selain tubuh terlindung dari terjangkitnya penyakit ini saat hamil, risiko terganggunya janin akibat imunisasi juga lebih kecil,” kata dr. Bonti.
Berdasarkan indikasidan kondisi tertentu saja
Di beberapa negara (termasuk
Amerika Serikat), terdapat anjuran kuat bagi ibu hamil untuk mendapat suntikan
pencegahan terhadap beberapa penyakit. Hal ini dilakukan agar si kecil tumbuh
sekaligus lahir dengan sehat. Bagaimana di Indonesia?
Sebenarnya, ketentuan serupa juga
ada. Tentu saja, ini tidak berarti semua ibu hamil harus mendapat imunisasi.
Imunisasi hanya diberikan berdasarkan indikasi atau dalam kondisi tertentu.
Misalnya, imunisasi TT atau TetanusToxoid, yang diberikan sebanyak dua kali,
yakni setelah trimester kedua kehamilan dan dilanjutkan minimal empat minggu
setelah suntikan pertama. Imunisasi ini sendiri seharusnya diberikan secara
rutin setiap 10 tahun sebagai booster (penguat) imunisasi yang pernah
diberikan sebelumnya. Namun,pemberian vaksin ini lebih diutamakan pada ibu
hamil yang punya kemungkinan melahirkan di tempat-tempat yang kurang steril.
Selain imunisasi TT yang diwajibkan dalam kondisi tertentu, ada beberapa jenis imunisasi yang bisa diberikan pada ibu hamil. Imunisasi initermasuk imunisasi yang dianjurkan, tetapi hanya dalam kondisi tertentu saja.(Catatan: Imunisasi bisa diberikan setelah trimester dua kehamilan).
Selain imunisasi TT yang diwajibkan dalam kondisi tertentu, ada beberapa jenis imunisasi yang bisa diberikan pada ibu hamil. Imunisasi initermasuk imunisasi yang dianjurkan, tetapi hanya dalam kondisi tertentu saja.(Catatan: Imunisasi bisa diberikan setelah trimester dua kehamilan).
Imunisasi apa saja?
InInfluenza
Imunisasi influenza dengan virus yang tidak aktif ini bisa diberikan pada ibu hamil, bila ada indikasi ibu hamil tersebut berisiko terkena flu dalam kondisi parah, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Pada musim flu (menjelang dan pada musim dingin), penyakit flu di Amerika bisa berkembang sangat parah sampai-sampai perlu dirawat di rumah sakit. Jadi, ibu yangmenjalani kehamilan trimester kedua dan tiga di musim dingin, sebaiknya diimunisasi influenza.
Imunisasi influenza dengan virus yang tidak aktif ini bisa diberikan pada ibu hamil, bila ada indikasi ibu hamil tersebut berisiko terkena flu dalam kondisi parah, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Pada musim flu (menjelang dan pada musim dingin), penyakit flu di Amerika bisa berkembang sangat parah sampai-sampai perlu dirawat di rumah sakit. Jadi, ibu yangmenjalani kehamilan trimester kedua dan tiga di musim dingin, sebaiknya diimunisasi influenza.
Secara umum, imunisasi ini aman
diberikan pada ibu hamil. Bahkan, berdasarkan Panduan Pemberian Imunisasi bagi
Wanita Hamil dan Menyusui yang dikeluarkan Centers for Disease Control
andPrevention, sebuah studi yang dilakukan terhadap 2.000 ibu hamil yang
diimunisasi influenza menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap janin akibat
imunisasi tersebut. Hasil serupa diperoleh terhadap 252 ibu yang mendapat
imunisasi influenza enam bulan setelah melahirkan.
Sementara di Indonesia, flu
umumnya dianggap sebagai penyakit yang sangat umum dan biasanya tidak
membahayakan. Apalagi, di Indonesia tidak terdapat flu musiman seperti di
Amerika yang bisa menyebabkan flu sangat berat. Jadi, imunisasi influenza
jarang sekali diberikan pada ibu hamil. “Kecuali flu burung atau flu babi yang
jelas-jelas memang berat penyakitnya. Hanya saja, vaksinnya masih dalam taraf
penelitian,” kata dr. Bonti.
Hepatitis A
Dalam Panduan Pemberian Imunisasi
bagi Wanita Hamil dan Menyusui (dikeluarkan CDC) disebutkan, keamanan pemberian
imunisasi Hepatitis A masih belum bisa dipastikan. Namun, karena vaksin ini
dibuat dari virus mati atau tidak aktif, secara teoritis risiko janin
terpengaruh sangat rendah. Jadi, imunisasi ini bisa diberikan pada ibu hamil,
jika ada indikasi berisiko tinggi terkena penyakit tersebut. Misalnya,memiliki
kelainan hati, hidup di lingkungan yang berisiko terinfeksi Hepatitis A, sering
berada di Tempat Penitipan Anak (TPA), atau akan bepergian ke negaradimana
penyakit ini menjadi endemis.
Meningococcal Polysaccharide Vaccine (MCV4)
Studi mengenai pemberian
imunisasi ini pada ibu hamil memang belum pernah menunjukkan adanya efek
merugikan bagi sang ibu maupun bayinya. Jadi, imunisasi Meningococcal bisa
diberikan, terutama bagi ibu hamil yang terindikasi akan terpapar virus
tersebut. Misalnya, mereka yang berencana melakukan perjalanan ke negara-negara
dengan risiko terpapar virus meningococcal. Meski begitu, pemberian imunisasi
ini tetap harus didasarkan pada indikasi, serta turut pula memperhitungkan
faktor risiko dan keuntungannya.
Hepatitis B
Walau imunisasi ini dikatakan
aman bagi ibu hamil, sebaiknya hanya diberikan bila ia berisiko tinggi
terjangkit Hepatitis B. Misalnya, ibu hamil merupakan pekerja kesehatan yang
punya kemungkinan terpapar atau tertusuk jarum suntik yang bisa menularkan
virus Hepatitis B, dll.
Pneumococcal Polysaccharide Vaccine(PPV23)
Pemberian imunisasi
Pneumococcalpada trimester pertama kehamilan belum pernah dievaluasi
keamanannya. Meski begitu, belum pernah dilaporkan adanya efek merugikan
terkait pemberian imunisasi ini pada janin yang dikandung ibu. Tentu saja, jika
ibu hamil tidak berisiko tinggi terkena virus tersebut, imunisasi ini tidak
perlu diberikan.
Diphtheria, Pertussis, dan Tetanus (DPT)
Diphtheria, Pertussis, dan Tetanus (DPT)
Yang umum diberikan adalah
imunisasi DT (Diphtheria dan Tetanus Toxoid). Pemberian DPT bisa
dipertimbangkan, jika ibu hamil memiliki kemungkinan untuk terpapar penyakit
pertussis atau batuk rejan. Misalnya, pekerja kesehatan atau mereka yang
bekerja di tempat penitipan anak (TPA) dimana terdapat banyak kasus pertussis.
Dr. Bonti menambahkan lagi,“Kalau ada keraguan dari pasien, lebih baik jangan berikan suatu vaksin. Karena, bila di kemudian hari terjadi sesuatu pada janin yang sebenarnya bukan karena vaksin, ada kemungkinan pasien akan menyalahkan pemberian vaksin tersebut.”
Dr. Bonti menambahkan lagi,“Kalau ada keraguan dari pasien, lebih baik jangan berikan suatu vaksin. Karena, bila di kemudian hari terjadi sesuatu pada janin yang sebenarnya bukan karena vaksin, ada kemungkinan pasien akan menyalahkan pemberian vaksin tersebut.”
Hindari imunisasi ini!
Memang, ada beberapa jenis
imunisasi yang harus dihindari alias tidak disarankan untuk diberikan pada ibu
hamil, yakni imunisasi yang mengandung virus hidup. “Secara teoritis, virus
hidup memang tidak boleh diberikan, karena dikhawatirkan virus tersebut akan
masuk ke janin melalui plasenta,” kata dr. Bonti.
Selain MMR dan Varicella,imunisasi lain yang tidak boleh diberikan pada ibu hamil adalah HPV (Human Papilloma Virus), serta BCG (Bacillus Calmette-GuĂ©rin). “Meski belum ada penelitian yang menunjukkan adanya efek negatif bagi ibu ataupun janin, pemberian imunisasi HPV sangat tidak disarankan bagi ibu hamil. Imunisasi ini baru diluncurkan, serta masih dalam tahap dikaji dan diamati,” kata dr. Bonti. Ia mengingatkan, pemberian imunisasi saat hamil memang harus benar-benar melibatkan pertimbangan cermat atas faktor keuntungan dan risiko dari vaksin yang diberikan terhadap janin dalam kandungan.
Lalu, bagaimana jika calon mama secara tidak sengaja mendapat imunisasi yang seharusnya dihindari saat hamil? “Bila terjadi ketidaksengajaan (misalnya, akibat tidak tahu kalau sedang hamil), sebaiknya Anda melaporkan diri pada perusahaan farmasi vaksin tersebut dan melaporkan perkembangan janin dan bayi Anda setelah lahir. Hal ini akan membantu pengumpulan data efek vaksin tersebut terhadap ibu hamil,” tutup dr.Bonti.
BILA
ANDA INGIN CEPAT HAMIL DAN MEMILIKI ANAK SEGERA KONSUMSILAH OBAT HAMIL
SUNFLOWER
Add caption |
HARGA
: Rp 95.000,00
0896
0575 9071
BersamaMarketing@GMail.Com