Saat mengetahui dirinya positif
hamil, Siska (33), mama dari Ciledug, Tangerang, berusaha menanggapinya dengan
biasa. Ia tak berani berharap banyak. Pasalnya, ia telah mengalami dua kali
keguguran. Dua bulan setelah kehamilan pertama, mulai muncul flek darah. Dokter
mengatakan kepada Siska bahwa perkembangan kantung rahimnya (gestasional sac)
tidak sesuai dengan usia kehamilan karena janin tidak berkembang. Dokter
menyarankannya untuk menunggu kehamilannya akan luruh sendiri.
Tidak puas dengan diagnosa tersebut, Siska mencoba mencari second opinion. Tapi akhirnya kandungannya gugur juga. Pada kehamilan yang kedua, Siska lagi-lagi mengalami perdarahan hebat dan saat di-USG (ultrasonografi), kantung rahimnya kosong. Dokter mendiagnosa Siska mengalami blighted ovum,dimana perkembangan kantung rahim tidak sesuai dengan usia kehamilan. “Memang pada dua kehamil-an itu, dokter sudah menganalisa bahwa kemungkinan janin tidakberkembang,” ujar mantan wartawan ini.
Saat hamil lagi untuk ketiga kalinya, Siska memang telah mempersiapkan mentalnya. Ia tidak ingin terbawa gembira, lalu mendapati kekecewaan seperti sebelumnya. “Rasanya sedih, sekaligus trauma. Kabar kehamilan sendiri selalu dihadapi dengan kecemasan,”ceritanya.
Namun, menurut dokter kandungannya, kehamilan blighted ovum dua kali masih tergolong normal. Biasanya kehamilan yang ketiga akan berhasil. Dan, pendapat itu ternyata benar.“Rasanya senang sekali, seperti mimpi,” ungkapnya. Sekarang, Siska telah menjadi mama dari Anandia Miftah Rahadian (5 bulan). Kecemasan dan penantian selama bertahun-tahun terbayar sudah.
Pengalaman Siska di atas mungkin pernah dialami oleh sahabat, keluarga, bahkan diri kita sendiri. Untuk itu, calon mama perlu waspada dan mengetahui gejala-gejala komplikasi, cara mencegah dan penanggulangannya. Berikut lima jenis komplikasi yang umum menyertai kehamilan.
Pra eklampsia
Pra eklampsia atau juga dikenal
dengan toxemia, adalah kondisi dimana kehamilan disertai dengan naiknya
tekanan darah meski tanpa adanya riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya pada
calon mama. Gejala umumnya antara lain: Naiknya tekanan darah secara signifikan
semasa kehamilan, ditemukannya protein di dalam urin, pusing kepala, iritasi,
berkurangnya urin, nyeri abdomen, pandangan mengabur, serta bengkak dan nyeri
pada beberapa bagian tubuh seperti wajah, tangan dan kaki akibat penumpukan
cairan.
Apa sebenarnya penyebab dari
praeklampsia ini? Jawabannya belum diketahui secara pasti. Namun, penelitian
yang dilakukan oleh Harvard Medical School dan Beth Israel Deaconess Medical
Center tahun 2003 lalu menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi ibu hamil untuk
menderita praeklampsia adalah sebanyak 5-8 persen.
Meski angka risiko ini terbilang rendah, namun pra eklampsia merupakan penyebab utama kematian ibu saat melahirkan, terutama di negara-negara berkembang. Kriteria calon mama yangrisikonya paling tinggi menderita komplikasi ini antara lain kehamilan lebihdari satu janin (multiple pregnancy), hamil di usia remaja, hamil diusia lebih dari 40 tahun, serta adanya riwayat terkena darah tinggi, diabetesataupun penyakit ginjal, baik pada si calon mama maupun kerabat dekat.
Meski angka risiko ini terbilang rendah, namun pra eklampsia merupakan penyebab utama kematian ibu saat melahirkan, terutama di negara-negara berkembang. Kriteria calon mama yangrisikonya paling tinggi menderita komplikasi ini antara lain kehamilan lebihdari satu janin (multiple pregnancy), hamil di usia remaja, hamil diusia lebih dari 40 tahun, serta adanya riwayat terkena darah tinggi, diabetesataupun penyakit ginjal, baik pada si calon mama maupun kerabat dekat.
Perawatan yang dilakukanterhadap penderita praeklampsia tergantung pada kondisi calon mama. Ada yang perlu mendapat perawatan intensif di rumah sakit, atau cukup dengan bedrest di rumah. Yang pasti, pengobatan untuk menurunkan tekanan darah serta pengawasan terhadap kondisi calon mama dan janin perlu dilakukan terus menerus.
Umumnya, penderita pra eklampsia
melahirkan dengan operasi Caesar untuk menghindari komplikasi lebih lanjut.
Seperti yang dialami oleh Mia (37), mama dari Pesona Khayangan, Depok.
Mama empat anak ini menderita pra eklampsia tanpa gejala di kehamilannya yang
ketiga. Saat itu, tekanan darah Mia terus menerus naik sehingga dokter menyarankan
untuk melakukan sectio-caesar di usia kehamilan 37 minggu. “Dokter
bilang, membahayakan buat ibu dan bayi kalau tekanan darah naik terus.
Sedangkan di usia 37 minggu paru-paru bayi sudah cukup matang. Maka untuk
kebaikan semua, akhirnya diputuskan untuk operasi,” cerita Mia.
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik terjadi apabila
janin berkembang di luar rahim. Setelah terjadi pembuahan, zigot hasil
penggabungan sel sperma dan ovum menempel di jaringan selain dinding rahim dan
menetap serta berkembang di jaringan tersebut. Perkembangan janin ini bisa
terjadi di tuba fallopi, kanal serviks, pelvis atau rongga abdomen. Kehamilan
ektopik dapat terjadi hingga 50 persen dari kehamilan yang ada.
Penyebabnya umumnya jalur tuba fallopi yang terblokir. Calon mama yang berisiko tinggi menderita komplikasi ini adalah mereka yang pernah menjalani proses sterilisasi tuba dibawah usia 30 tahun.
Menurut dr. Shinta Utami, SpOG, dari Rumah Sakit Bunda Margonda, Depok, salah satu faktor yang juga mungkin bisa menyebabkan kehamilan ektopik adalah infeksi. Infeksi yang terjadi di vaginadapat mempengaruhi kualitas sel sperma dan ovum sehingga ada kemungkinan saat pembuahan, zigot tidak dapat mencapai rahim, “Akhirnya cuma bisa naik ke panggul, lalu nyangkut di tuba,” jelas dr. Shinta.
Gejala kehamilan ektopik bervariasi mulai dari munculnya flek hingga rasa nyeri. Biasanya, untuk mengetahui ada-tidaknya kehamilan ektopik, digunakan screening dengan ultrasound. Penanganan yang dilakukan bagi calon mama yang mengalami kehamilan ektopik bisa berupa pengobatan atau operasi pengangkatan janin yang biasanya berakhir dengan gugurnya janin.
Penyebabnya umumnya jalur tuba fallopi yang terblokir. Calon mama yang berisiko tinggi menderita komplikasi ini adalah mereka yang pernah menjalani proses sterilisasi tuba dibawah usia 30 tahun.
Menurut dr. Shinta Utami, SpOG, dari Rumah Sakit Bunda Margonda, Depok, salah satu faktor yang juga mungkin bisa menyebabkan kehamilan ektopik adalah infeksi. Infeksi yang terjadi di vaginadapat mempengaruhi kualitas sel sperma dan ovum sehingga ada kemungkinan saat pembuahan, zigot tidak dapat mencapai rahim, “Akhirnya cuma bisa naik ke panggul, lalu nyangkut di tuba,” jelas dr. Shinta.
Gejala kehamilan ektopik bervariasi mulai dari munculnya flek hingga rasa nyeri. Biasanya, untuk mengetahui ada-tidaknya kehamilan ektopik, digunakan screening dengan ultrasound. Penanganan yang dilakukan bagi calon mama yang mengalami kehamilan ektopik bisa berupa pengobatan atau operasi pengangkatan janin yang biasanya berakhir dengan gugurnya janin.
Venna (28), dari Kebon Jeruk, Jakarta, pernah mengalaminya. “Saat janin berusia 5 minggu, saya mengalami rasa nyeri di perut bagian kanan,” ujar Venna. Setelah dicek ke dokter ahli kandungan, Venna ternyata mengalami kehamilan ektopik pada tuba fallopi kiri, yang kemudian dikeluarkan dengan cara laparaskopi. Syukurlah, Venna tidak merasa trauma. Hingga kini, Venna yang sudah menikah selama dua tahun masih berusaha mengusahakan keturunan bersama suaminya. “Pengalaman mengalami kehamilan ektopik malah menguatkan mental saya. Saya menjadi termotivasi untuk kembali hamil, dan hidup lebih bersih dan sehat,” ujarnya
Perdarahan
Perdarahan saat kehamilan adalah perdarahan vagina yang terjadi di masa kehamilan yang umumnya mengacu pada perdarahan abnormal, bukan bagian dari menstruasi. Perdarahan atau hemorrhage merupakan sebab umum penyebab kematian ibu hamil di Amerika.
Biasanya, perdarahan vagina
merupakan hal yang umum pada kehamilan trimester pertama dan mempengaruhi 20-30
persen dari total kehamilan yang ada. Namun hal ini tetap perlu diwaspadai.
Karena ada kalanya perdarahan pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda
komplikasi serius seperti perkembangan janin yang tidak normal, gugurnya janin
dalam kandungan(abortus) hingga kehamilan molar (kehamilan dimana yang
berkembang bukanlah janin tetapi jaringan tertentu yang dapat berkembang
menjadi kanker).
Seperti yang dialami Siska, yang terdiagnosa mengalami blighted ovum. Siska mengalami perdarahan hingga kandungannya gugur sebanyak dua kali. Syukurlah, perdarahan tidak dialaminya pada saat kehamilan ketiga. “Dari bulan pertama oke, kedua oke, ketiga oke, keempat oke.... wah, rasanya senang sekali!,” ungkapnya.
Seperti yang dialami Siska, yang terdiagnosa mengalami blighted ovum. Siska mengalami perdarahan hingga kandungannya gugur sebanyak dua kali. Syukurlah, perdarahan tidak dialaminya pada saat kehamilan ketiga. “Dari bulan pertama oke, kedua oke, ketiga oke, keempat oke.... wah, rasanya senang sekali!,” ungkapnya.
Perdarahan yang terjadi pada
trimester kedua dan ketiga kehamilan dan seterusnya umumnya dianggap tidak
normal. Terutama perdarahan yang terjadi setelah usia kehamilan mencapai 28
minggu. Perdarahan pada masa ini bisa jadi pertanda adanya komplikasi plasenta
maupun infeksi vagina atau serviks. Perdarahan yang terjadi bisa samar tanpa
rasa sakit, atau perdarahan hebat yang diikuti oleh nyeri abdomen. Penanganan
pada calon mama yang mengalami perdarahan bervariasi tergantung diagnosa
selanjutnya, mengenai apa yang menyebabkan perdarahan. Perawatan bisa berupa
pengobatan ataupun rawat inap di rumah sakit.
Plasenta previa
Plasenta previa merupakan kondisi
dimana sel telur yang telah dibuahi oleh sperma bergulir dan menempel dekat
dengan mulut rahim atau menutup mulut rahim sehingga plasenta otomatis menutup
jalan lahir. Normalnya, plasenta seharusnya terletak di bagian atas dinding
rahim. Kondisi ini muncul dalam perbandingan satu di antara 200 kelahiran dan
lebih banyak muncul pada calon mama yang memiliki luka di dinding rahimnya
akibat kehamilan sebelumnya, atau pada calon mama yang pernah menjalani operasi
saluran rahim.
Gejala yang dialami calon
mamayang menderita plasenta previa bisa berupa perdarahan vagina yang umumnya
tidak disertai dengan nyeri. Untuk mendiagnosa apakah seorang calon mama
menderita plasenta previa, dilakukan pemeriksaan fisik dan pengecekan dengan
ultrasound. Perawatan yang dilakukan seperti penyesuaian aktivitas maupun
bedrest, tergantung pada kondisi kehamilan. Umumnya, calon mama yang
menderita plasenta previa disarankan melahirkan secara Caesar untuk mencegah
plasenta luruh lebih cepat yang dapat memutus suplai oksigenpada janin.
Puja (33),
mama dari Jagakarsa, Ciganjur, membagi kisahnya saat mengalami plasenta previa.
Saat sedang mengandung, Puja berulang kali dirawat di rumah sakit karena
komplikasi kehamilan yang dialaminya. “Awalnya hanya flek yang kemudian
berlanjut dengan perdarahan hebat sebanyak tiga kali. Sebelumnya, tidak ada
tanda-tanda sama sekali. Dokter hanya menyarankan istirahat,” ujar Puja yang
kemudianterdiagnosa mengalami plasenta previa. Hal ini baru diketahui setelah
kehamilannya memasuki usia 31 minggu. Karena plasenta previa yang dialaminya,janin
yang dikandungnya kesulitan memperoleh asupan gizi. Berat janin terus berada di
bawah 2 kg. Ia kemudian dirawat kedua kalinya agar berat janin dapat naik.
Puja diharuskan bedrest total serta berhenti bekerja. Selama di rumah sakit, ia mendapatkan suntikan penguat paru untuk sang janin, infus, serta obat untuk mengurangi kontraksi. Saat ketiga kalinya masuk rumah sakit, hemoglobin darah Puja terus menurun. Dokter kemudian menyarankan untuk segera operasi Caesar sehingga Puja terpaksa melahirkan prematur, yakni di usia kehamilan 34 minggu. Sekarang, mama dari Saybia Atthiyana Pradipta (4) ini boleh bernafas lega karena meski lahir prematur, Saybia tumbuh dengan sehat.
Menurut dr. Shinta, plasenta previa tidak dapat dicegah tapi dapat dideteksi dini agar calon ibu dapat segera mendapat perawatan yang tepat. “Segera setelah positif hamil, lakukan USG awal, apa benar hamil. Yang sering terjadi adalah calon ibu terlalu cepat atau terlambat dalam mengecek kandungannya,” tuturnya. Karena itu, ia menekankan pentingnya cek kehamilan rutin dan mengadakan tes untuk melihat kondisi ibu dan bayi.
Puja diharuskan bedrest total serta berhenti bekerja. Selama di rumah sakit, ia mendapatkan suntikan penguat paru untuk sang janin, infus, serta obat untuk mengurangi kontraksi. Saat ketiga kalinya masuk rumah sakit, hemoglobin darah Puja terus menurun. Dokter kemudian menyarankan untuk segera operasi Caesar sehingga Puja terpaksa melahirkan prematur, yakni di usia kehamilan 34 minggu. Sekarang, mama dari Saybia Atthiyana Pradipta (4) ini boleh bernafas lega karena meski lahir prematur, Saybia tumbuh dengan sehat.
Menurut dr. Shinta, plasenta previa tidak dapat dicegah tapi dapat dideteksi dini agar calon ibu dapat segera mendapat perawatan yang tepat. “Segera setelah positif hamil, lakukan USG awal, apa benar hamil. Yang sering terjadi adalah calon ibu terlalu cepat atau terlambat dalam mengecek kandungannya,” tuturnya. Karena itu, ia menekankan pentingnya cek kehamilan rutin dan mengadakan tes untuk melihat kondisi ibu dan bayi.
Diabetes gestasional
Diabetes gestasional (DG) adalah
kondisi naiknya gula darah calon mama, dengan maupun tanpa riwayat diabetes
sebelumnya. Komplikasi ini bisa mempengaruhi setidaknya 4 persen dari total
jumlah ibu hamil. Gejala yang muncul di antaranya: Meningkatnya kadar gula
dalam darah ibu hamil secara signifikan, pandangan mengabur, limbung,
muntah,haus berkepanjangan serta meningkatnya frekuensi buang air kecil.
Penyebab komplikasi ini tidak diketahui secara spesifik. Namun ada indikasi yangmenunjukkan bahwa hormon yang diproduksi selama kehamilan meningkatkan resistensi calon mama terhadap insulin (insuline resistance), sehingga tubuh calon mama tidak dapat memproses insulin seperti seharusnya.
Risiko bagi janin dengan calon
mama yang menderita DG adalah bayi lahir dengan berat lebih dibanding umumnya
atau bayi ‘besar’ (macrosomia). Karena gula darah yang ada pada mama
akan tersalurkan pada bayi, maka bayi pun cenderung memiliki kadar gula darah
tinggi dan setelah lahir berisiko untuk menjadi penderita diabetes. Umumnya,
kadar gula darah mama yang menderita DG akan menurun beberapa waktu setelah
melahirkan. Namun ada pula kasus dimana kadar gula darah mama tetap tinggi
sehingga mama tetap tinggi sehingga mama menderita Diabetes Melitus (DM).
Risiko menderita DG besar terjadi
pada ibu yang dalam keluarganya terdapat riwayat penderita diabetes. Hal ini
dialami oleh Wahida (32), warga Sidoarjo, Jawa Timur. Mama dari Omar
Charis Atthabrizi (8) dan Namira Bai’atifa Azzahra (5,5) ini
terdiagnosa DG pada dua kehamilan yang dialaminya. Kadar gulanya naik tinggi
hingga ia harus menerima suntikan insulin setiap hari selama kehamilan. “Karena
ibu hamil tak boleh mengonsumsi obat yang diminum, saya belajar untuk menyuntik
di bawah panduan dokter,” ujarnya. Setelah anak pertama lahir, gula darahnya
berangsur turun. Namun setelah melahirkan anak kedua, gula darahnya tetap
tinggi.“Ternyata berlanjut hingga DM,” ceritanya. Penanganan penderita DG
umumnya berupa pengobatan untuk mengontrol kadar gula darah seperti pemberian
insulin serta pengaturan pola makan yang sehat.
Setelah mengenal lebih jauh komplikasi umum yang dapat menyertai kehamilan, yang manakah yang paling perlu kita waspadai? Jawabannya, semua. Menurut dr. Shinta, semua jenis komplikasi ini sama berbahayanya. Tentu, mama perlu tetap tenang. Agar janin sehat, “Perbanyak nutrisi, konsumsi vitamin dan istirahat yang cukup,” tuturnya. Jika pola hidup sehat sudah dijalankan, tak perlu terlalu khawatir lagi bukan?
KEGUGURAN
Keguguran adalah berakhirnya kehamilan sebelum usia 20 minggu. Sayangnya, keguguran bisa terjadi pada sekitar 10-15% kehamilan. Jika keguguran terjadi secara berturutan (sampai 2 kali atau lebih), ini disebut keguguran berulang dan perlu tes khusus untuk mencari penyebab.
Keguguran adalah berakhirnya kehamilan sebelum usia 20 minggu. Sayangnya, keguguran bisa terjadi pada sekitar 10-15% kehamilan. Jika keguguran terjadi secara berturutan (sampai 2 kali atau lebih), ini disebut keguguran berulang dan perlu tes khusus untuk mencari penyebab.
BILA
ANDA INGIN CEPAT HAMIL DAN MEMILIKI ANAK SEGERA KONSUMSILAH OBAT HAMIL
SUNFLOWER
Add caption |
HARGA
: Rp 95.000,00
NO HP : 0896
0575 9071
EMAIL : BersamaMarketing@GMail.Com